Berita Terbaru : Dapatkan Informasi Dengan Berlangganan Situs ini

PENGERTIAN ILMU, JIWA DAN PENDIDIKAN


  1. Ilmu :
    Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
    Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
    Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
    Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.
  2. Jiwa : Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa sanskerta yang artinya benih kehidupan,dalam bahasa inggris disebut "soul". Dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang. Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan sinonim dengan roh, akal, atau awak diri, Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa. Di beberapa budaya, benda-benda mati dikatakan memiliki jiwa, kepercayaan ini disebut animisme., Penggunaan istilah jiwa dan roh seringkali sama, meskipun kata yang pertama lebih sering berhubungan dengan keduniaan dibandingkan kata yang kedua. Jiwa dan psyche bisa juga digunakan secara sinonimous, meskipun psyche lebih berkonotasi fisik, sedangkan jiwa berhubungan dekat dengan metafisik dan agama, Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jiwa memiliki arti roh manusia (yang ada di di tubuh dan menyebabkan seseorang hidup atau nyawa. Jiwa juga diartikan sebagai seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya).
  3. Pendidikan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Prinsip - Prinsip Pengajaran

Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu : aktivitas mengajar dan aktivitas belajar.Aktivitas mengajar menyangkut peran seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi indikator suatu aktivitas/ proses pengajaran itu akan berjalan dengan baik.Suatu pengajaran akan bisa disebut berjalan dan berhasil secara baik, manakala mampu mengubah diri peserta didik dalam arti yang luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama terlibat dalam proses pengajaran itu dapat dirasakan manfaatnya secara langsung (bagi perkembangan pribadi).
Pengajaran menuntut keaktifan kedua pihak yaitu pendidik, dan peserta didik. Pendidik sebagai yang mengendalikan, memimpin, dan mengarahkan events pengajaran (guru sebagai subjek/ pelaku peranan pertama yang memiliki tugas, tanggung jawab, dan inisiati pengajaran). Peserta didik sebagai yang terlibat langsung, sehingga dituntut keaktifanya dalam proses pengajaran.
Pengajaran yang hanya ditandai oleh keaktifan guru sedangkan peserta didik hanya pasif, pada hakikatnya disebut mengajar. Demikian juga bila pengajaran, dimana peserta didik yang aktif tanpa melibatkan guru untuk mengelolah secara baik dan terarah, maka disebut belajar. Jadi, sekali lagi pengajaran itu merupakan perpaduan aktivitas mengajar dan belajar.
Prinsip-prinsip pengajaran sangat berkaitan dengan segala komponen pengajaran (menyangkut bagaimana peranan guru dalam pengajaran, apa, mengapa, dan bagaimana supaya peserta didk dapat terlibat aktif dalam pengajaran. Adapun prinsip-prinsip pengajaran itu meliputi :
A.    Prinsip Aktivitas :
Thomas M. Risk dalam bukunya Principle and Practices of Theaching (1958) halaman 7 mengemukakan tentang belajar mengajar bahwa “Teaching is the guidance of learning experiences” (mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar). Pengalaman itu diperoleh jika peserta didik itu dengan keaktifannya sendiri bereaksi terhadap lingkunanya. Dengan demikian, belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik fisik maupun psikis.
Sedangkan Paul B. Diedrich dalam penyelidikanya menyimpulkan terdapat 177 macam kegiatan peserta didik yang meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, antara lain sebagai berikut :
1.      Visual activities, membaca, memperhatikan : gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
2.      Oral activities, menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, diskusi, interupsi, dan sebagainya.
3.      Listening activities, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik pidato, dan sebagainya
4.      Writing activities, menulis : cerita, karangan, laporan, teks, menyalin, dan sebagainya
5.       Drawing activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola, dan sebagainya.
6.      Motor activities, melakukan percobaan, model, mereparasi, berkebun, bermaian, dan sebagainya
7.      Mental activities, menganggap, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, mlihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
8.      Emotional activities, meneruh minat, merasa, gembira, berani, tenang, dan sebagainya.
Prinsip aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologi bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan (mendengar, melihat, dan sebagainya).
B.     Prinsip Motivasi :
Walker (1967) dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning mengatakan : “Perubahan-perubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik bila individu mempunyai motivasi untuk melakukanya”. Sedangkan menurut Prof. S. Nasuion bahwa motivasi adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga ia mau melakukan apa yang dapat dilakukanya. Jadi motivasi memiliki peranan penting, baik motivasi dari dalam diri atau dari luar.
C.     Prinsip Individualistis :
Al-Ghazali mengatakan bahwa kewajiban pertama dan utama bagi guru adalah mengajarkan kepada peserta didik apa yang mudah dipahaminya, sebab suatu bidang studi yang sukar akan berakibat kericuhan mental/akal dan peserta didik akan menjauhi dan tidak memperhatikan. Jadi, tingkat penangkapan-pemahaman berdasarkan perbedaan kemampuan masing-masing individu. Individualistis ini dalam kontek pengajaran adalah disebabkan hal-hal berikut :
1.      Setiap individu memiliki sifat-sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda
2.      Setiap individu mempunyai cara belajar menurut caranya sendir
3.      Setiap individu mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda-beda
4.      Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima pelajaran yang diajarkan guru sesuai perbedaan individual.
5.      Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda
D.     Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar
E.     Prinsip Kebebasan :
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran.
Rosella Linski, dalam bukunya The Learning Process (1977) halaman 31, kebebasan mengandung tiga dimensi, yaitu :
1.      Self directedness, menyarankan pembuatan keputusan-keputusan tentang tindakan-tindakan individual didasarkan pada ukuran kebajikan.
2.      Self discipline, yang harus dating dari dalam diri individu itu sendiri.
3.      Self Control, harus datang dalam diri sendiri sitem control dapat berkembang.
F.      Pinsip peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan melaksanakan suatu pelajaran yang pernah diamati, diterima, atau dialami di kelas, maka perlu didukung dengan peragaan-peragaan (media pengajaran) yang bisa mengkonkritkan yang abstrak

G.    Prinsip kerja sama dan persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Namun dalam dunia pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai positif selama dikelola dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
H.    Prinsip apersepsi (suatu penafsiran bukan pikiran, yaitu menyatupadukan dan mengasimilasi sesuatu pengamatan dan pengalaman yang telah dimiliki.
Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan apersepsi.
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
I.       Prinsip korelasi (saling berkaitan), guru hendaknya juga berusaha menghubungkan bahan pelajaran dari mata pelajaran yang sedang diajarkan/ dipelajari peserta didik dengan bahan pengajaran mata pelajaran yang lain.
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran yang disampaikan.
J.       Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya. Jadi semua aspek pengajaran (guru dan peserta didik) menyadari bahwa pengajaran yang ada dalam kurikulum mempunyai manfaat bagi siswa pada masa mendatang.
K.    Prinsip Globalits, bahwa keseluruhan adalah titik awal pengajaran.
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran.
L.     Permainan dan Hiburan.
Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya.


Penyakit Berbahaya Seorang Guru

Dari beberapa faktor penunjang keberhasilan pendidikan sehingga mampu melahirkan siswa yang berprestasi , faktor guru sangat dominan adanya. Peran guru sangat penting terhadap baik buruknya mutu pendidikan. Ungkapan “guru kencing berdiri murid kencing berlari” rasanya masih belum usang. Bila sampai sangat ini mutu pendidikan di Indonesia dinilai oleh berbagai pihak masih relatif rendah, maka perlu diakui salah satu penyebab utamanya adalah kualitas kompetensi guru relatif rendah, di samping faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Misalnya, sarana prasarana pendidikan yang kurang refresentatif, manajemen pendidikan yang masih carut marut.
Mengapa masih banyak guru yang belum profesional alias tidak berkualitas? Berdasarkan hasil riset dan survey berbagai pihak ditemukan beberapa penyakit yang bersarang pada diri guru sehingga guru tersebut tidak profesional dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Ada beberapa penyakit berbahaya yang melemahkan kualitas guru dalam melaksanakan tugas sehingga berdampak negatif terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan, diantaranya :
  1. ASMA (Asal masuk kelas). Ketika guru masuk ke kelas tanpa disertai persiapan dan perencanaan matang secara tertulis dan sistematis
  2. ASAM URAT (Asal Sampai Materi Urutan tidak Akurat). Cara menyajikan materi pelajaran masih konvensional, sering memakai metode CBSA (Cul Budak Sina Anteng), metode tugas mencatat paling sering dilakukan. Kadang-kadang batas materi pelajaran yang disampaikan gurupun tidak tahu.
  3. BATUK (Baca Ngantuk). Umumnya guru malas membaca, sekali-kali membaca kantuk datang menggoda akhirnya membaca tak tahan lama. Karena jarang membaca ilmunya tidak bertambah, wawasannya tidak luas. Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa tidak mengikuti perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Jadilah guru yang jumud, kaku bahkan ortodok.
  4. DIABETES (Dihadapan Anak Bekerja Tidak Series)
  5. DIARE (Di kelas Anak diRemehkan). Potensi, bakat dan minat anak kurang diperhatikan, sehingga proses belajar mengajar monoton, tidak menumbuh kembangkan potensi anak didik tapi justru sering membunuh potensi, bakat dan minat anak didik.
  6. GATAL (Gaji Tambah Aktifitas Lesu). Gaji ingin terus bertambah, tapi melaksanakan tugas kewajiban tidak mau berubah. Mengikuti sertifikasi sangat ambisi padahal kurang memiliki kompetensi tujuan utamanya ingin berpenghasilan tinggi mendapat gaji tunjangan profesi.
  7. GINJAL (Gaji Nihil Jarang Aktif dan Lambat). Gaji minus tiap bulan karena habis oleh kredit bank akhirnya hilanglah gairah bekerja, pudar semangat mengajar.
  8. HIPERTENSI (Hilang Perhatian Terhadap Nasib Siswa). Prestasi siswa tidak diperhatikan, mau pintar atau bodoh masa bodo, tidak ada upaya pengayaan bagi siswa berprestasi dan tidak ada upaya perbaikan atau remedial kepada siswa yang masih kurang berprestasi.
  9. KANKER (Kantong Kering). Gaji satu bulan habis satu minggu, karena besar pasak daripada tiang, tinggi kemauan rendah kemampuan. Penghasilan tidak memenuhi kebutuhan, akibatnya hilanglah semangat melaksanakan tugas, malas masuk kelas, sering mangkir tidak hadir.
  10. KUDIS (Kurang Disiplin) melaksanakan tugas asal-asalan tidak tepat waktu, tidak akurat rencana dan program.
  11. KURAP (Kurang Rapih). Penampilan pisik (performan) acak-acakan, persiapan administrasi KBM asal-asalan.
  12. KUSTA (Kurang Strategi). Tampil mengajar dihadapan siswa hanya menggunakan metode ceramah sehingga membosankan, tidak menggunakan berbagai metoda mengajar sehingga tidak membangkitkan semangat belajar siswa.
  13. MUAL (Mutu Amat Lemah) masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang ideal. Kurang menguasai materi pelajaran dan metoda pembelajaran.
  14. LESU (Lemah Sumber). Buku sumber pelajaran hanya mengandalkan buku paket, tidak memiliki buku referensi yang vareatif dan representatif sehingga wawasannya sempit
  15. LIPER (Lekas Ingin Pergi). Tidak betah berada di sekolah, tidak antusias masuk ke kelas bahkan sebaliknya ingin segera pulang untuk mencari penghasilan tambahan. Kadang-kadang usaha sampingan diutamakan tugas utama mengajar dilupakan.
  16. PROSTAT (Program dan Strategi tidak dicatat). Ketika KBM tidak disertai Silabus dan RPP, tanpa dilengkapi program dan strategi mengajar yang ditulis sistematis.
  17. REMATIK (Rendah Motivasi Anak Tidak Simpatik). Tidak semangat ketika mengajar dihadapan anak didik, performan tidak menarik sehingga anak didik tidak simpatik bahkan sebaliknya antipati akhirnya melemahkan bahkan menghilangkan gairah belajar. Tampil mengajar tidak menyenangkan siswa.
  18. STRUK (Suka Terlambat Untuk masuk Kelas)
  19. T B C (Tidak Bisa Computer) alias gaptek (gagap teknologi), tidak ada usaha untuk meng-up grade kompetensi diri, sehingga penguasaan teknologi informasi dan komunikasi kalah oleh siswa.
  20. TIPUS (Tidak Punya Selera). Ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar dihadapan siswa tidak semangat, kurang gairah
Waspadalah jenis-jenis penyakit di atas jangan sampai diderita oleh para guru. Apabila macam-macam jenis penyakit kronis tersebut di atas bersemayam dalam sikap mental dan psikologis guru sehingga mengalami komplikasi akut, maka sangat membahayakan terhadap kualitas pendidikan siswa. Jenis-jenis penyakit mental di atas termasuk penyakit menular yang dapat melumpuhkan bahkan membunuh potensi yang dimiliki siswa. Dampak negatifnya potensi yang dimiliki siswa bukan meningkat menjadi kompetensi tapi justru membuat siswa impotensi, kurang berprestasi.

Sebelum berbagai penyakit di atas semakin mewabah dan merambah pada jiwa setiap guru, maka perlu segera melakukan tindakan antisipatif dan preventif dengan meminum obat mujarab yaitu “IMTAK” dan “IPTEK” (meningkatkan kualitas keimanan dan merealisasikan ketakwaan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi).

Seberapapun besar dana yang disediakan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan bila tidak ditunjang oleh mutu pendidik karena sudah terjangkit penyakit, yakinlah prestasi siswa sulit bangkit.

Sumber: http://campuscemara.wordpress.com/2011/06/03/penyakit-guru-yang-membahayakan/

Mengelola Sebuah Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar. dimana didalamnya ada dua subyek, yaitu guru dan peserta didik. Istilah peserta didik saya gunakan disini untuk menggantikan istilah anak didik, obyek didik atau sebagai istilah lain dari murid/siswa. Pemakaian istilah peserta didik lebih mengandung sifat umum, siswa/mahasiswa dan lebih bersifat aktif serta memanusiakan daripada istilah anak didik atau obyek didik.
Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru/pengajar adalah mengelola pengajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien dan positif , yang ditandai dengan adanya kesadaran  dan keterlibatan aktif diantara dua subyek pengajaran, guru sebagai pemberi inisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedangkan peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahann diri dalam pengajaran.
Pengajaran merupakan suatu aktivitas yang sistematis dan sistemik terdiri dari banyak komponen dan setiap komponen tersebut tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri – sendiri, namun harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer dan berkesinambungan.
Oleh karena itu diperlukanlah pengelolaan pengajaran yang baik, pengelolaan pengajaran yang baik tersebut harus dikembangkan berdasarkan prinsip – prinsip pengajaran, harus dipertimbangkan segi dan strategi pengajaran , dirancang secara sistematis, bersifat konseptual tetapi praktis-realistis dan fleksibel, baik yang menyangkut interkasi pengejaran, mengelola kelas, pemanfaatan sumber dan media pengajaran, maupun penilaian pengajaran.
Berdasarkan asumsi diatas diperlukan seorang guru yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pengajaran yang memadai dan sebuah keterampilan tentunya harus memerlukan latihan – latihan agar kemampuan mengajar bias menjadi lebih baik.
Pengejaran memang bukan konsep atau praktik yang sederhana. Ia bersifat kompleks, menjadi tugas dan tanggung jawab guru yang seharusnya. Pengajaran berhubungan erat dengan pengembangan potensi peserta didik, perubahan dan pembinaan dimensi – dimensinya  kepribadian peserta didik.Karena itu melaksanakan pengajaran tidak seperti menyuapi makanan pada sang bayi, organisasi pengajaran tidak semisal organisasi menjual bakso, Dengan kata lain tugas pengajaran adalah berat, kompleks, perlu keseriusan, tidak asal jadi atau sekedar coba – coba.

Media Dalam Mengajar Di Sekolah

Tujuan pendidikan secara umum menghendaki adanya perubahan ke arah yang lebih baik terhadap perkembangan dari semua ranah yang dimiliki peserta didik, baik kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Ketiga ranah tersebut diharapkan dapat berkembang secara seimbang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan sehingga peserta didik dapat berkembang secara optimal melalui pendidikan yang dijalaninya.
Seiring dengan hal tersebut study intensif yang dilakukan berbagai pihak termasuk lembaga-lembaga pendidikan terhadap pola pembelajaran dan pemahaman peserta didik terhadap beberapa mata pelajaran termasuk bahasa Indonesia menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hasil studi menunjukkan bahwa pola pembelajaran bahasa Indonesia di SMA cenderung abstrak dan menggunakan metode ceramah, sehingga konsep-konsep akademik sulit difahami oleh siswa sebagai akibat kurangnya motivasi belajar siswa dan pola belajar mereka cenderung menghafal.
Meskipun Bahasa Indonesia adalah merupakan pelajaran yang sangat penting, namun terkesan bahwa pelajaran bahasa Indonesia  merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini yang menyebabkan minat belajar siswa terhadap bahasa Indonesia sangat rendah. Hasil penelitian Indra Irawan dalam skripsinya (2005) menyimpulkan bahwa kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia disebabkan, karena bahasa Indonesia dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit difahami. Tentu hal ini sangat memprihatinkan, karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan sudah merupakan bahasa sehari-hari.
Jika dibanding dengan ilmu eksakta seperti matematika dan IPA memang bahasa Indonesia jauh lebih mudah. Hal ini sangat beralasan karena tidak membutuhkan banyak analisis dalam penanaman konsep. Akan tetapi banyak guru yang mengalami kesulitan mengajarkan mata pelajaran bahasa Indonesia dengan baik. Kenyataan memperlihatkan, bahwa kesan guru terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia gampang-gampang susah. Artinya, tidak membutuhkan banyak pemikiran untuk mengajarkan, tetapi sulit menyampaikan dengan baik. Kesulitan tersebut disebabkan beberapa alasan antara lain, mata pelajaran bahasa Indonesia terkesan monoton dan tidak ada metode yang ideal untuk mengajarkannya, disamping itu guru tidak kreatif untuk menciptakan dan memanfaatkan metode pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif. Hasil survei yang dilakukan oleh Akhzan,S.Pd (2004), menunjukkan bahwa 80,10 % menyatakan bahasa Indonesia sulit diajarkan dari 80,10 % tersebut, 40% menyatakan bahwa minat siswa sangat kurang terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, 55% menyatakan kendalanya adalah sulit menentukan alat praga dan menciptakan strategi, metode dan teknik yang baik. Serta 5% menyatakan kendalanya adalah tingkat kesulitan materi ajar yang cukup tinggi. Demikian pula halnya siswa, meskipun mata pelajaran bahasa Indonesia dianggap mudah, namun terkesan kurang diminati. Hasil penelitian Muh. Ramli (2005) terhadap siswa SMA di Makassar memperlihatkan, bahwa 15 diantara 20 orang menyatakan Pelajaran bahasa Indonesia kurang menarik. Dan 14 diantara 20 orang siswa menyatakan Bahasa Indonesia Menjemukan.
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, seharusnya menjadi suatu pelajaran yang diminati dan disenangi oleh siswa namun kenyataannya secara umum rata-rata prestasi pada mata pelajaran bahasa Indonesia masih dianggap rendah. Hal ini disebabkan matei pembelajaran yang disampaikan oleh guru tidak difahami oleh siswa. Salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam suatu proses pembelajaran adalah guru harus menggunakan  media pembelajaran yang sesuai.
         Berdasarkan uraian di atas, tentu dibutuhkan kreativitas guru dalam menciptakan suatu proses pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan bermakna, agar kesan bahwa belajar bahasa Indonesia itu kurang menarik dan menjemukan dapat berbalik menjadi belajar bahasa Indonesia itu mudah dan menyenangkan. Pembelajaran yang beorientasi pada pemberian informasi sudah sepatutnya diminimalkan dan diganti dengan pembelajaran yang lebih kreatif sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Hal ini sangat sesuai konsep pembelajaran bahasa Indonesia yang dikembangkan dewasa ini yakni belajar dengan metode inquriry dan (critical thinking) yang selama ini banyak ditinggalkan. Demikian halnya pembelajaran kontekstual (Contektual Teaching and Learning). Selain itu, banyak dampak positif (naturan effect) yang dapat diperoleh siswa seperti memupuk sikap ilmiah, meningkatkan kepercayaan diri, bermain dan bertanggung jawab dalam suatu masalah melalui diskusi, bermain peran, berkompetisi, bekerja sama dalam kelompok, berlatih , dan yang paling penting adalah siswa terjun langsung mengalami proses pembelajaran.
                  Untuk memotivasi teman-teman guru dalam pemanfaatan media mungkin ada baiknya dikemas dalam bentuk kegiatan lomba media pembelajaran sekaligus menjadi wahana dalam bertukar pikiran dan informasi yang menarik.     

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

 
Mata Kuliah                : Pembelajaran SKI
SKS                              :2
Kode Mata kuliah          : TAR 201
Dosen  Pengampu          : Ahmad Subhan El-husein, S.PdI







1)      Matakuliah Prasyarat:
a. Al-Qur'an
b. Bhs. Arab
2)      Ruang Lingkup Materi:
a.       Pengantar Ulum al-Qur'an dan Tafsir Qur'an
b.      Sejarah Turun
c.       Penulisan al-Qur'an
d.      Asbab an Nuzul
e.       Munasabah al-Qur'an
f.       Makkiyah Dan Madaniyyah
g.      Muhkam Dan Mutasyabbih
h.      Kisah-kisah dalam al-Qur'an
i.        I'jaz al-Qur'an
j.        Tafsir, Ta'wil dan Terjemah
k.      Perkembangan Tafsir
3)      Kompetensi Dasar:
Mahasiswa mampu memhami ilmu-ilmu al-Qur'an sehingga dapat membantu dalam memahami al-Qur'an secara baik dan benar.
4)      Hasil Belajar        :
a.       Mahasiswa mampu memahami dengan baik tahap-tahap perkembangan ulum al-Qur'an dan Tafsir al-Qur'an
b.      Mahasiswa mampu menerapkan ilmu-ilmu al-Qur'an sebagai alat untuk mengungkap lebih luas khazanah al-Qur'an
c.       Mahasiswa dapat mempraktekkan langsung ayat-ayat al-Qur'an sesuai ilmu-ilmunya.
5)      Indikator Pencapaian:
a.    Mahasiswa tahu ada beberapa ilmu untuk memahami al-Qur'an dengan baik
b.    Mahasiswa mampu menganalisis beberapa konsep /ilmu al-Qur'an.
c.    Mahasiswa mampu mendata, menghimpun ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan ilmu-ilmu al-Qur'an.
d.    Mahasiswa mampu memahami perkembangan Penafsiran  al-Qur'an.
e.    Mahasiswa dapat menganalisa konteks historis turunnya sebuah ayat al-Qur’an.
f.   Mahasiswa menguraikan korelasi antara satu ayat  atu surat dengan ayat surat lainnya
 6)      Kegiatan Perkuliahan:
a.       Pendekatan         :  Partisipatif dan Dialogis
b.      Metode               : Ceramah, Tanya Jawab, Diskusi, Problem     Solving,   Pengamatan
c.       Teknik /Strategi   :  Drill, Moral Reasoning, Klarifikasi
7)      Kegiatan Perkuliahan (Acara Perkuliahan):
Pertemuan ke-1
Kontrak Belajar mencakup: Pembahasan SAP, Tata tertib, Hak dan Kewajiban.
Pertemuan ke-2
Pengantar Ulum al-Qur'an dan Tafsir al-Qur'an: mencakup bahasan Pengertian, Ruang lingkup Materi dan Cabang-cabangnya.
Pertemuan ke-3
Sejarah turunnya al-Qur'an dan Hikmah al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur.
Pertemuan ke-4
Penulisan al-Qur'an mencakup: Sejarah, Penulisan pada masa Nabi, Khulafa al-Rasyidin, Penyempurnaan al-Qur'an.
Pertemuan ke-5
Asbabun Nuzul meliputi: Pengertian, Macam-macam Asbabn Nuzul, Ungkapan-ungkapan  dan Hikmah Asbabun Nuzul.
Pertemuan ke-6
Munasabah al-Qur'an; Pengertian, Macam-macam dan urgensinya.
U  T   S
Pertemuan ke-8
Makiyyah dan Madaniyyah; Pengertian keduanya, Klasifikasi Ayat dan Surat-surat dalam al-Qur'an, Ciri Khas keduanya, Hikmah mempelajarinya
Pertemuan ke-9
Muhkam Mutasyabbih; Pengertian keduanya, Klasifikasi ayat-ayat dalam al-Qur'an, Fawatikhus suwar, Sikap para Ulama, Hikmah
 Pertemuan ke-10
Kisah dalam al-Qur'an; Pengertian, Macam-macam kisah dalam al-Qur'an, Urgensi kisah dalam al-Qur'an, Manfaat dan Hikmah, Kisah dalam al-Qur'an sebagai realitas bukan khayalan
Pertemuan ke-11
I'Jaz al-Qur'an; Pengertian, Dasar dan urgensi pembahasan, Macam-macam Mu'jizat, segi-segi kemu'jizatan al-Qur'an, Bukti Historis kegagalan menandingi al-Qur'an.
 
Pertemuan ke-12
Tafsir, Ta'wil dan Terjemah; Pengertian dan Perbedaan ketiganya, Contoh-contohnya, Praktek.
Pertemuan ke-13
Perkembangan Tafsir mencakup; Klasifikasi Tafsir Bil Ma'tsur dan Bil ra'yi, Tafsir Pada masa Sahabat dan Tabi'in.
U A S
 
8)      Evaluasi Perkuliahan
a. Teknik Evaluasi       : Tes Tulis, Performance, Penugasan 
b. Kompetensi Minimal Kelulusan:
   1. Mahasiswa mampu Menguraikan Definisi dan Urgensi Ilmu al-   Qur'an
2. Mahasiswa mampu mempraktekkan ilmu-ilmu al-Qur'an ke dalam ayat-ayat al-Qur'an
3. Mahasiswa mampu memahami pesan yang terkandung dalam al-Qur'an.
c.Penentuan Nilai Akhir
Perolehan Nilai Mahasiswa dengan ketentuan sebagai berikut:
(1)   Prasyarat untuk mengikuti UAS adalah mahasiswa melakukan tatap muka minimal 12 kali pertemuan Nilai akhir ditetapkan berdasarkan
(a)    nilai kompetensi mengerjakan tugas berstruktur (TB)
(b)   nilai kompetensi mengerjakan tugas Mandiri (TM)
(c)    nilai kompetensi Penugasan Materi Tengah Semester (MTS)
(d)   nilai kompetensi Penugasan Materi Menyeluruh (MM)
NA  =  TB  + TM  + MTS  +  MM
                           5
  9)      Referensi/ buku sumber
a.       Subhiy al-Shalih : Mabahits fi Ulum al-Qur'an, Dar al-'Ilm al-Malayin, Beirut, 1977.
b.      Manna' Khalil Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur'an, Mansyur al-'Asr al-Hadits, Riyadh, 1973
c.       Al-Suyuthi, al-Ithqan fi Ulum al-Qur'an, Isa al-Babi al-Halabi, Mesir.t.th
d.      Al-ahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Matba'at al-Saudah, Mesir, t.th.
e.       T.M. Hasbi ash-shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta, 1970
f.       Al-Zarkasyi, al-Burhan fi Burhan fi Ulum al-Qur'an, Isa al-Babi al-Halabi, Mesir, 1972 
g.      Ahmad von Denffer, Ulum al-Qur'an: An Introduction to the Sciences of the Qur'an.
 
Supported By: STAI Kuala Kapuas | Kemenag Kapuas |
Copyright © Tahun 2014. Ahmad Subhan, S.PdI - All Rights Reserved
Set Up Intalation and Created by Ahmad Subhan
Powered By : Google And Blogger